Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 : 50).
Hubungan terapeutik perawat-pasien merupakan pengalaman belajar timbale balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Dalam hubungan ini, perawat menggunakan diri (self) dan teknik-teknik klinis tertentu dalam menangani pasien untuk meningkatkan pemahaman dan perubahan prilaku pasien.
Jika dalam praktik perangkat pembantu utama yang dapat digunakan oleh perawat adalah dirinya. Jadi, analisis diri merupakan suatu aspek penting pada asuhan keperawatan yang terapeutik.
Tujuan Komunikasi Terapeutik
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. (Indrawati, 2003 : 48)
Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan pasien dan meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal, saling tergantung, dan intim dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.
Untuk mencapai tujuan ini, berbagai aspek pengalaman hidup pasien dikaji selama berlangsungnya hubungan. Perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan persepsi, pikiran, dan perasaannya serta menghubungkan hal tersebut dengan tindakan yang diamati dan dilaporkan.
Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut:
1. Ikhlas (Genuiness)Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat. (Arwani, 2003 : 54)
2. Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan. (Arwani, 2003 : 54)
3. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam. (Arwani, 2003 : 54)
Teknik Komunikasi Terapetik
Mengulang dan mengklarifikasi topik atau isi dan ide pokok pembicaraan yang dianggap penting juga sangat baik dilakukan oleh petugas untuk memperjelas tujuan dari komunikasi yang sedang dilangsungkan.
Jika isi pembicaraan dengan klien cenderung melenceng, petugas perlu melakukan focusing, untuk mengarahkan kembali pada topik pembicaraan yang diperlukan. Rasa humor dalam berkomunikasi perlu dipelihara oleh petugas dengan tetap memperhatikan kondisi dan situasi saat melempar humor.
Memposisikan diri sejajar dengan klien sangat baik dilakukan, agar petugas dapat dengan mudah menangkap isi pembicaraan klien, dan klien merasa senang dan aman berada dekat dengan petugas.
Petugas juga perlu menjaga sikapnya, misalnya dengan mengendalikan emosi saat klien memperlihatkan perilaku yang kurang menyenangkan, yang penting dilakukan oleh petugas adalah mengarahkan perilaku klien tanpa harus melukai perasaannya. Menunjukkan sikap terbuka dan siap menolong, tidak menyilangkan kaki atau melipat tangan karena sikap ini menunjukkan sikap kurang terlibat. Bila klien duduk sendiri, ikutlah duduk di sebelah klien atau tepuklah punggungnya dan tanyakan ada apa. Gunakan teknik sentuhan misalnya dengan menyentuh tangannya agar klien merasa dihargai dan mempercayai kita.
Teknik selanjutnya adalah memberikan informasi untuk pendidikan kesehatan pada klien, sehingga pengetahuan klien akan kesehatan dirinya meningkat yang selanjutnya diharapkan dapat merubah perilaku yang sebelumnya kurang adaptif menjadi lebih adaptif. Sara-saran yang dianggap perlu untuk mengatasi masalah klien perlu diberikan petugas, baik ditanya maupun tidak ditanyakan oleh klien. Melakukan pendidikan kesehatan, bisa pula dilakukan dengan membagi persepsi dan pengalaman petugas dengan klien.
Fase-fase dalam komunikasi terapeutik
1. Orientasi (Orientation) Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.
2. Kerja (Working) Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (Termination) Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan. (Arwani, 2003 : 61)
Terapi Psikodinamika
Model-model psikodinamika
Model-model Psikodinamika pada awalnya dikembangkan oleh Sigmund Freud (1974) dan pengikut-pengikutnya. Dikatakan psikodinamik, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku berasal dari gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia, kemudian pikiran merangsang perilaku dan keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Perkembangan teori psikodinamik dalam lingkungan teori-teori pekerjaan social masih diterapkan secara generalis, hal ini dimungkinkan karena penerapannya masih berpatokan pada ajaran Freud tadi dengan mengarah kepada pengembangan psikoanalisis. Oleh sebab itu, dikembangkan teori psikoanalisis yang lebih modern (Lowenstein, 1985). dengan konsentrasi pada bagaimana individu dapat berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Dan hal ini lebih mengarah kepada hubungan sosialnya dari pada hubungan secara biologis, yang kemudian berkembang pada pemikiran tentang pengaruh Ego Psikologi (E. Goldstein, 1984).
Semakin dominannya pendekatan psikoanalisis ini dalam pekerjaan social merujuk kepada semakin banyaknya (deluge) teori-teori tentang pendekatan dimaksud seperti Pearson dan ahli-ahli lainnya.
Hollis dan Woods : Terapi Psikososial
Mereka berdua mengembangkan psikodinamik casework. Ada 2 (dua) elemen penting dari pendekatan ini adalah ide dari person in situation dan classification of casework treatment. Yang pertama merujuk kepada orang-orang, lingkungan dan hubungan mereka didalamnya sedangkan yang kedua merujuk kepada model-model dan metode-metode apa yang cocok dalam proses penyembuhan dan hal ini dilakukan dalam beberapa prosedur.
Perumusan Psikodinamik Alternative dari Pekerjaan Social
Salah satu teori yang dibicarakan disini adalah teori fungsional yang merujuk kepada proses penyembuhan, serta pengembangan interaksi individu dengan lingkungannya.
Ada 5 (lima) prinsip dasar dalam teori ini yaitu : melibatkan klien dalam praktek, menggunakan tiga fase (awal, pertengahan dan akhir), menggunakan instrument, menjelaskan proses yang akan dilakukan dan menggunakan hubungan antara klien dengan lingkungan sekitar.
Sementara itu, Perlman mengembangkan pendekatan problem solving, dimana ada 4 (empat) poin penting dalam pendekatan ini, yakni : orang yang terlibat dalam proses, masalah yang ditangani, lokasi prakteknya dan proses. Pendekatan ini juga mengembangkan Ego Psikologi dan Ego Casework dengan berpegang pada 3 (tiga) aspek yaitu ; asessmen, intervensi dan hubungan antara social worker dan klien.
Disamping itu, dikembangkan pula pendekatan Transaksional Analisis yang berpatokan pada 4 (empat) elemen penting yaitu ; structural, transaksional, permainan dan skrip analisis. Selain itu dikembangkan pula Terapi Lingkungan sebagai aplikasi pada kepedulian lingkungan sekitar. Pendekatan ini dikembangkan oleh Righton dengan menunjukan hubungan antara : terapi perencanaan lingkungan, terapi lingkungan pergaulan dan terapi komunitas.
Disamping itu, psikodinamik pekerjaan social ini juga mengundang kritikan antara lain ; tidak mudah diuji dengan cara-cara keilmuan yang lasim, tidak berpihak pada gender, lebih diasumsikan pada model-model yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan lain sebagainya.
Sigmund Freud merupakan perumus teori pertama yang mengembangkan model psikologis dari perilaku abnormal. Beliau juga yang pertama kali mengembangkan model psikoterapi yang disebutnya psikoanalisis untuk membantu orang-orang yang menderita akibat gangguan psikologis. Psikoanalisis merupakan terapi psikodinamika yang pertama. Terapi psikodinamika membantu individu untuk memperoleh insight mengenai dan mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari perilaku abnormal. Tujuannya lebih pada menggantikan perilaku defensif dengan perilaku yang lebih adaptif. Dengan demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa memperoleh hukuman sosial atau menghukum diri sendiri. Dengan mengkonfrontasi impuls-impuls tersembunyi dan konflik-konflik yang dihasilkannya, klien belajar untuk mentortir perasaan dan menemukan cara-cara yang lebih konstruktif dan dapat diterima secara sosial dalam menangani impuls dan harapan. Metode utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan ini adalah:
Asosiasi bebas Asosiasi bebas merupakan peroses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setelah pikiran masuk di benak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara bertahap akan menghancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain.
Analisis mimpi Bagi Freud mimpi-mimpi merupakan jalan utama menuju ketidaksadaran. Selama tidur, pertahanan ego melemah dan impuls yang tidak dapat diterima menemukan ekspresinya dalam mimpi. Karena pertahan tidak sepenuhnya dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamakan atau disimbiolisasikan. Dalam teori psikoanalitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan:
muatan manifes à materi mimpi yang dialami dan dilaporkan.
muatan laten à materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
Transference Transferensi adalah pengungkapan isi-isi ketidaksadaran yang tersimpan sejak anak-anak dengan memakai terapis sebagai medianya. Freud menemukan bahwa klien berespons kepadanya tidak hanya sebagai individu, tetapi juga dengan cara-cara yang merefleksikan perasaan dan sikap mereka terhadap orang-orang penting dalam kehidupan mereka. Klien dapat bereaksi kepada analisis dengan perasaan marah, cinta, cemburu yang sama dengan yang mereka rasakan tentang orangtua mereka.
Freudian slip Meliputi salah ucap, salah membaca, salah dengar, salah meletakkan objek, dan tiba-tiba lupa. Semuanya itu menurut Freud bukan kejadian kebetulan, tetapi kejadian yang dipengaruhi oleh insting ketidaksadaran.
Working through Terus-menerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien, mengulang resistensi dan transferensi pada seluruh aspek pengalaman kejiwaan.
Analisis resistansi Resitansi adalah mekanisme pertahanan klien, dan analisis akan mengungkapkan unsur yang penting dari masalah yang ingin disembunyikan klien.
Countertransferensi Transfer dari perasaan atau sikap yang dimiliki analis terhadap orang lain kepada klien.
Faktor Psikodinamika
Model kognitif dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang yang terkena stress pascatraumatik tidak mampu memproses atau merasionalkan trauma yang mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami kembali stress dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan menghambatnya secara berganti-ganti.
Model perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan memiliki dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma (stimulus yang tidak dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik dengan stimulus yang dibiasakan (pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien mengambangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang dibiasakan maupun stimulus yang tidak dibiasakan.
Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan. Penghidupan kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan mekanisme pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan (undoing). Ego hidup kembali dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan pemuasan kebutuhan ketergantungan. Tujuan tersebut mendorong gangguan dan persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stress pascatraumatik adalah bahwa otak mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh trauma dengan periode menerima dan menghambat peristiwa secara berganti-ganti.
Terapi Behavioral
Terapi perilaku merupakan aplikasi sistematis dari prinsip-prinsip belajar untuk menangani gangguan psikologis dan fokusnya pada perubahan perilaku, bukan perubahan kepribadian atau menggali masa lalu secara mendalam. Terapi behavioral relatif singkat, berlangsung umumnya dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Terapi perilaku pertama kali memperoleh perhatian yang besar sebagai cara untuk membantu mengatasi ketakutan dan fobia. Terapi behavioral adalah suatu pengobatan yg berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku.
Metode-metode dari terapi behavioral adalah :
1. Desensitisasi sistematis
Melibatkan suatu program terapeutik yang memperlihatkan (dalam imajinasi atau dengan menggunakan gambar atau slide) stimuli yang secara bertahap semakin menakutkan sementara individu merasa sangat santai.
2. Pemaparan bertahap (gradual exposure)
Orang yang memiliki masalah fobia secara sengaja dipaparkan pada stimuli nyata yang menimbulkan ketakutan. Seperti pada desensitisasi sistematis, individu maju melalui hierarki dari stimuli yang secara bertahap mekin menimbulkan kecemasan, sesuai dengan kemampuannya.
3. Modelling
Individu mempelajari perilaku yang diharapkan dengan mengamati orang lain melakukannya. Setelah mengamati model, klien diarahkan atau dibimbing oleh terapis atau model untuk melakuka perilaku yang menjadi target.
4. Pembanjiran (flooding)
Membanjiri klien dengan situasi atau penyebab yang menimbulkan kecemasan atau tingkah laku yang tidak dikehendaki, bertahan di sana sampai klien menyadari bahwa malapetaka yang dicemaskannya tidak terjadi.
5. Terapi aversif
Pada terapi aversif pengaturan kondisi aversif diciptakan oleh terapis yaitu dengan memasangkan suatu stimulus dengan stimulus yang tidak menyenangkan/negatif.
6. Selective reward/punishment
Terapis meneliti klien dalam setting aktual, bekerjasama dengan orangtua dan guru untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang dikehendaki dan menghukum kalau muncul tingkah laku yang tidak dikehendaki.
7. Latihan ketrampilan sosial
Untuk penderita depresi. Teori depresi yang populer memandang depresi sebagai akibat dari perasaan tidak mendapatkan hadia/perhatian dari lingkungan.
8. Token ekonomy
Hadiah dalam bentuk kartu berharga diberikan kepada klien setiap klien memunculkan perilaku yang dikehendaki. Sesudah kartu di tangan klien mencapai jumlah tertentu, dapat ditukar dengan hadiah yang disukai.
Perilaku : respon yg timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh stimulus lingkungan & dpt dikontrol secara primer oleh konsekuensi-konsekuensinya. Perilaku dapat diamati, diukur, & dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain
Observasi
a. Observasi bersifat subyektif dilakukan diri sendiri
b. Observasi bersifat obyektif dilakukan orang lain
PRINSIP-PRINSIP
Meningkatkan atau mempertahankan perilaku Perilaku mungkin akan meningkat baik frekuensi, kompleksitas atau lamanya dengan pemberian (Reinforcement) *suatu proses, dimana kejadian atau kondisi lingkungan yg menyertai perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang timbul kemudian.
1. Positif reinforcement : meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tsb diikuti oleh stimulus yg menyenangkan. contoh : perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan senyuman oleh orang yang dituju.
2. Negative reinforcement : meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan beberapa stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan. Stimulus yg tdk menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons menyibukkan diri.
Menurunnya perilaku
Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dg pemberian punishment & extinction (Punishment) *konsekuensi-konsekuensi yg menghasilkan penekanan atau penurunan frekuensi tingkah laku yg akan muncul :
Positive punishment : menghadirkan stimulus yg bertentangan yg mengikuti suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut Perilaku oversive stimulus perilaku menurun. Melepaskan mata silau melepaskan kacamata kacamata menurun.
Negative punishment : kejadian yang menggantikan atau menurunkan suatu perilaku, ada 2 bentuk yaitu : (Respon Cost) kerugian yang mengikuti perilaku. operant reinforcement operant menurun withdrawl. (Time out) : prosedur punishment dalam periode waktu tertentu dimana selama waktu tersebut pemberian reinforcement tidak sesuai Contoh : seorang anak yang tidak mengerjakan PR disuruh berdiri di depan kelas selama 15 menit oleh gurunya
Extinction
a. prosedur yg biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk menghilangkan perilaku
b. Extinction berjalan lebih lambat dari pada reinforcement
Contoh : seorang anak ditegur ibunya untuk berhenti menangis, namun anak tersebut tetap melakukannya. ibunya memutuskan untuk tidak lagi memberikan perhatian pada perilaku tersebut, perilaku tersebut secara bertahap akan menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam rangka menambah pengetahuan kami, diharapkan untuk memberikan komentar atas artikel kami. Trimakasih.